Turikale, Marosnews.com – Bupati Maros AS Chaidir Syam membuka pelaksanaan kegiatan Deklarasi Gerakan Ayo Kuliah (GAK) Stop Perkawinan Anak di Baruga A Kantor Bupati Maros, Kamis (22/4/2021).

Dalam kesempatan tersebut, Chaidir Syam mengapresiasi terselenggaranya Deklarasi GAK digagas oleh Lembaga Peningkatan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LP3A) yang bekerjasama dengan Program Keluarga Harapan (PKH). Menurutnya, kegiatan ini menjadi bentuk mencegah dan melindungi  serta tidak membiarkan terjadinya perkawinan anak.

Baca juga : Total Rp 4,5 Miliar Dana APBD Disiapkan Pemkab Maros Untuk Gaji Guru Non ASN

“Bukan hal yang mudah bagi SDM PKH untuk mengajak anak-anak masuk ke bangku kuliah. Bukan hanya dari tingkat kesejahteraan, pola pikir orang tua pun yang berpikir anak perempuan tidak perlu memiliki pendidikan yang tinggi sangat menjadi penghambat,” tuturnya.

Chaidir menilai di masa mendatang, dengan melanjutkan kuliah, ada peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih layak, dan bisa turut berkontribusi memutus warisan kemiskinan antar Generasi.

“Dengan mereka berkuliah ini menjadi pintu terakhir dalam penuntasan kemiskinan di Kabupaten Maros. Karena target yang kita dampingi ini berasal dari keluarga prasejahtera. Selain menekan angka kemiskinan, ini juga sebagai sarana untuk mereka meningkatkan kualitas diri. Serta kedepannya dapat melahirkan anak yang baik dan cerdas,” ungkap Chaidir.

Baca juga : 8 Pejabat Polres Maros Bergeser

Melalui kegiatan ini pemerintah kabupaten Maros berharap dapat memberikan pandangan-pandangan untuk kedepannya dan angka pernikahan dini dapat semakin ditekan. Berdasarkan proposisi perempuan 20-24 tahun yang berstatus kawin sebelum umur18 tahun, kabupaten Maros berada pada persentase 12,4%.

Selaras dengan hal ini, Kepala Dinas Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) kabupaten Maros, Idrus yang turut hadir juga menjelaskan Terkait angka perkawinan anak.

“Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) kabupaten Maros, angka perkawinan anak menurun 1,25%. Terhitung tahun 2019 angka perkawinan anak berada pada persentase 7,42% dan menurun di tahun 2020 yang tecatat sebesar 6,16%,” jelas Idrus.

Baca juga : Pemkab Maros Laporkan Penanganan Covid-19 ke Kemenko Polhukam

Kepala DP3A ini menyampaikan bahwa kasus perkawinan anak berada dikeluaga- keluarga prasejahtera. Sebagian dari mereka adalah anak-anak yang merupakan korban putus sekolah.

“Saya berharap, anak-anak yang menjadi korban putus sekolah dapat ditarik dalam penyetaraan pendidikan. Terlebih untuk anak-anak yang baru saja lulus SMA. Karena jika ia tetap putus sekolah mereka akan disuruh untuk cepat bekerja guna memenuhi kebutuhan ekonomi dan rawannya ialah dinikahkan,” jelasnya lanjut. (Ami)